Selasa, 20 Oktober 2009

Sepasang Mata Bola Bernilai Surga (Karyaku tahun 2008-2009)



Penulis : Miftahur Rahman el-Banjary*
(Cerpenis & Mahasiswa Sastra Univ. Dual Arabiyyah Cairo)

Pagi itu, pasar Khan Khalili ramai dipenuhi para kafilah dan pedagang dari berbagai penjuru negeri. Sejak dinasti Fathimiyah berkuasa, pasar itu menjadi sentral utama bertemunya para pedagang di jazirah Arab. Semakin tinggi matahari merangkak, semakin ramai pula para pengunjung pasar. Di kawasan pasar yang dikelilingi tembok beton yang kukuh itulah para pedagang membentangkan tenda berwarna-warni menyerupai sebuah atap, dinding-dindingnyanya dibuat bersekat-sekat sedemikian rupa, tikar-tikar dagangan pun digelar, sehingga sekilas tenda-tenda tersebut tampak seperti toko, atau tepatnya lebih mirip seperti stand-stand pameran.

Para pedagang saling beradu mengencangkan urat lehernya demi menarik perhatian pembeli, jadilah pasar itu membentuk suara kegaduhan bergemuruh, bak suara ombak yang mendesau-desau diterjang badai. Diantara para pengunjung pasar itu, tampak seorang pemuda ikut bergerombol bersama sekerumun pengunjung pasar. Pemuda itu bernama Baraq. Dia seorang pemuda yang shaleh. Sepanjang hari ia disibukkan dengan beribadah di mesjid. Kendatipun usianya relatif muda, namun masyarakat menghormatinya sebagai seorang yang wara’ dan tawadhu. Sesuai dengan namanya; Baraq yang berarti halilintar. Bila dia melantunkan senandung al-Qur'an, maka suaranya menggelegar menggoncang jiwa-jiwa yang keras sekeras batu cadas sekalipun, berubah menjadi lembut selembut kapas.

Seperti biasa ia ke pergi ke pasar untuk menemui Sulaiman, sahabatnya yang berprofesi sebagai pedagang buah. Demi melihat kedatangan Baraq, Sulaiman pun menyambutnya dengan hangat. "Ahlan wa sahlan wa marhaban bik, ya Akhi! Sebagaimana dua orang saudara yang lama tidak berjumpa, keduanya melepas kerinduan dengan saling berpelukan. Setelah lama berbincang-bincang, akhirnya Sulaiman pun mengungkapkan keinginannya untuk menitipkan barang dagangan miliknya kepada sahabatnya itu, karena ia akan pulang menjenguk ibunya yang sedang sakit di desa. Dan tak ada alasan bagi Baraq untuk menolak permintaan sahabat karibnya itu.

1 komentar:

  1. assalamu'alaikum.
    akhir dari cerita itu apa ustad???apakah baraq memberikan sepasang bola mata ke ibu sulaiman???atau ada yang lain

    Wassalam

    Wieny Febrina ^_^,

    BalasHapus